CAHAYA FAJAR | IKRAM AD-DHAIF : PRINSIP DASAR KOMUNIKASI PELAYANAN PRIMA (PUBLIC SERVICE COMMUNICATION)
oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Islam adalah agama mulia, semua konsepnya dalam mengatur kehidupan penuh kemuliaan yang bertujuan untuk memuliakan manusia terlebih ummat Muhammad sebagai objek risalah. Berbagai konsep kehidupan dalam Islam mendorong terciptanya kemuliaan bagi manusia dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Kemuliaan dalam pandangan Islam adalah pemberian dari Allah swt atas hasil sebuah upaya yang sungguh-sungguh dalam menjalani proses interaksi. Derajat lemuliaan adalah hasil proses mutual dalam interaksi, baik dalam hablum minallah atau hablum minannaas (human interaction and communication). Bahkan islam menekankan apabila seseorang dimuliakan oleh orang lain maka dirinya wajib membalasnya dengan penghormatan yang serupa atau lebih baik lagi. Sebagaimana Firman Allah swt :
وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٖ فَحَيُّواْ بِأَحۡسَنَ مِنۡهَآ أَوۡ رُدُّوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ حَسِيبًا
Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu. (QS. An-Nisa’, Ayat 86)
Sikap saling memuliakan adalah hak yang wajib dipenuhi oleh seorang muslim atas muslim lainnya yaitu sebagai upaya dalam menjaga kehormatan diri seseorang muslim. Islam sangat menekankan untuk memuliakan tamu, tetangga dan orang lain. Sebagaimana pernah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as. yang diabadikan oleh Allah swt dalam al Quran :
هَلۡ أَتَيكَ حَدِیثُ ضَیۡفِ إِبۡرَ ٰهِیمَ ٱلۡمُكۡرَمِینَ إِذۡ دَخَلُوا۟ عَلَیۡهِ فَقَالُوا۟ سَلَـٰمࣰاۖ قَالَ سَلَـٰمࣱ قَوۡمࣱ مُّنكَرُونَ فَرَاغَ إِلَىٰۤ أَهۡلِهِۦ فَجَاۤءَ بِعِجۡلࣲ سَمِینࣲ فَقَرَّبَهُۥۤ إِلَیۡهِمۡ قَالَ أَلَا تَأۡكُلُونَ
“Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan; (24). (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: “Salaamun”. Ibrahim menjawab: “Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal”; (25) . Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk; (26) . Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata: “Silahkan anda makan.”(27). (QS Adz Dzariyat : 24 – 27).
Ayat diatas memberikan landasan atas pentingnya komunikasi pelayanan prima dalam perspektif islam. Bahwa komunikasi pelayanan prima dibangun atas beberapa prinsip sikap. Prinsip utama dan mendasar adalah bahwa pelayanan itu adalah bagian daripada keimanan. Firman Allah swt diatas menegaskan bahwa keimanan bagi seorang muslim adalah sangat sentral dalam menkonstruksi pemikiran dan tindakan. Seluruh amal perbuatan manusia haruslah mampu mewujudkan nilai keimanannya. Sehingga sebuah kaidah perilaku dalam islam menyatakan bahwa kullu al af’aal at taqayyud bi ahkaamil as syar’i, Setiap perbuatan terikat dengan hukum syara’. Tidak ada satupun aktivitas manusia muslim yang terlepas dan bebas tanpa adanya arahan dari Tuhan sekecil apapun tindakan itu, karena tindakan adalah refleksi suatu keyakinan.
Bahkan sikap saling memuliakan merupakan implementasi dari nilai keimanan dan keyakinan seseorang atas agamanya. Sehingga memuliakan tamu sangat terikat dengan nilai keimanan seseorang dan wujud keimanan itu sendiri. Sebagaimana sabda Nabi :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)
Prinsip selanjutnya adalah prinsip saling menghormati dan memuliakan. Seseorang dapat dikatakan sebagai tamu jika berada di rumah orang lain selama 3 hari, dan dia diperlakukan sebagaimana hak para tamu. Hak tamu adalah menyambutnya dengan wajah tersenyum, menyambutnya dengan penyambutan yang antusias, memberinya makan dengan segera, menyediakan tempat tinggal.
Prinsip lainnya adalah bahwa pelayanan yang prima itu sangatlah personal. Yaitu pelayanan yang baik itu manakala mampu mempersonal yaitu dalam memberikan pelayanan dapat membangun kedekatan personal sehingga seseorang merasa nyaman, friendly dan at home atas layanan yang diberikan. Perhatikan bagaimana Rasulullah saw dalam melayani para sahabatnya dengan cara yang terbaik secara personal (pelayanan prima). Hal ini tampak dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah biasa melayani sendiri secara personal para tetamu.
Dari sahabat Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa dirinya menemui Rasulullah pada saat Perang Khandaq dan berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai sedikit makanan. Ikutlah bersamaku, ajaklah dua atau tiga orang Rasulullah bertanya, “Berapa banyak (makanan) itu?” Aku mengatakan kepada beliau sebanyak apa makanan itu, lalu beliaumengatakan, “Baik dan banyak itu.” Kemudian beliau memerintahkan, “Berdirilah!” Maka berdirilah semua orang Muhajirin dan Anshar. Ketika Jabir as menemui istrinya dia mengatakan, “Rasulullah datang kemari bersama semua orang Muhajirin dan Anshar!” Istrinya berkata, “Apakah beliau bertanya kepadamu?” Jabir menjawab, “Ya.” Rasulullah memerintahkan, “Masuklah dan jangan berdesak-desakan.” Beliau lalu mulai membelah roti dan menaruh daging di dalamnya dan memberikannya kepada para shahabat. Beliau terus melakukan hal itu sampai semua orang kenyang dan masih ada makanan tersisa. Beliau berkata kepada istri Jabir, “Makanlah ini, dan berikan sebagai hadiah kepada orang lain, karena orang-orang sedang dilanda kelaparan.”: Tamu-tamu dari golongan Muhajirin dan Anshar itu sebetulnya tamu-tamu Rasulullah , meskipun mereka berada di rumah Jabir. Bertambahnya jumlah makanan adalah karena mukjizat Rasulullah makanan awal yang dimiliki Jabir hanya cukup untuk beberapa orang, tetapi Allah menjadikannya cukup bagi semua orang dengan barakah Rasulullah . Cara Rasulullah melayani mereka dengan tangan beliau sendiri adalah teladan keramahan beliau dalam menerima tamu, sekalipun itu di rumah Jabir .
Begitu pula, salah satu prinsip dalam komunikasi pelayanan Rasulullah adalah Antusiasme. Perhatikan bagaimana Rasulullah saw menunjukkan sikap yang sangat antusias dalam setiap menerima kehadiran tetamu, hal ini tampak dari cara penyambutan Rasulullah saw atas kedatangan utusan Abi Qais saat berkunjung kepada Beliau. Sebagaimama diriwayatkan oleh Ibnu Abbas :
مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى
“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)
Inilah greeting (salam penyambutan) antusiasme Rasulullah atas tamu yang datang. Inilah komunikasi pelayanan prima yang dicontohkan oleh Nabi. Greeting dalam kesediaan melayani setiap orang yang datang sehingga mereka merasa terhormat saat berkunjung dan merasa nyaman selama masa pelayanan diberikan. Konsep memberikan pelayanan prima dalam islam sangat terkait dengan persoalan keimanan dan setiap sikap yang diwujudkan merupakan refleksi dari nilai keimanannya sehingga seseorang dalam memberikan pelayanan pada orang lain akan melakukannya dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Bahkan agar kesungguhan dalam memberikan pelayanan ini memiliki dorongan yang kuat maka Rasulullah memberikan dorongan motivasional kepada setiap muslim bahwa dalam memberikan pelayanan atas tetamu memiliki beberapa keistimewaan dan pula ancaman manakala meremehkannya.
الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”
Prinsip lainnya adalah pelayanan prima itu haruslah bersifat equal dan mengedepankan keadilan. Perhatikan bahwa islam sangat memuliakan pada tamu tanpa pandang bulu, hal ini dapat kita jumpai dalam keteladanan akhlaq nabi yang sangat semourna dalam memuliakan tamu bahkan terhadap tamu seorang kafir sekalipun. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullahmenjamu seorang non-Muslim. Beliau pun memerintahkan agar memerah susu seekor domba, kemudian orang itu meminum dari susu tersebut. Beliau kemudian memerah susu dari domba yang lain, dan orang itu pun meminumnya, sampai dia minum susu dari tujuh ekor domba. Lalu orang itu bangun di pagi hari dan menjadi seorang muslim (HR. Bukhari)
Komunikasi pelayanan prima sebagaimana dicontohkan oleh Nabi haruslah dapat dirasakan oleh siapa saja tanpa melihat status sosial, semua dapat merasakan perlakuan yang sama, setara dan equal. Tidak boleh seseorang membeda-bedakan perlakuan pemberian layanan disebabkan oleh alasan status dan peran dari si penerima layanan. Komunikasi dalam pelayanan haruslah memegang prinsip keadilan dan equalitas ini.
Demikian beberapa prinsip dasar dalam komunikaai pelayanan prima (public service communication) dalam perspektif islam yang ditunjukkan melalui keteladanan akhlaq mulia dari Rasulullah saw. Inilah keagungan yang tiada duanya.
————————————————–
by : Akhmad Muwafik Saleh. 8.12.2019
————————————————–
???☘???❤?☘
#pesantrenmahasiswa
#tanwiralafkar
#sentradakwah
#pesantrenleadership
#motivatornasional
#penulis_buku_hatinurani
Klik web kami :
www.insandinami.com