Tafsir Tematik | Menjadi Manusia Produktif
Oleh: Abina KH. M. Ihya Ulumiddin
Bismillahirrahmaanirrahim
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS. Alam Nasyrah:7)
Uraian Ayat
Ada sekian banyak tafsiran dari para ahli terkait ayat ini;
- Ibnu Abbas ra., Qatadah, Dhahhak, Muqatil dan al-Kalbi menyebutkan: “Jika kamu telah selesai menjalankan shalat maktubah, maka bangkitlah menuju Tuhanmu untuk berdo’a. Rendahkanlah diri kepada-Nya niscaya Dia akan memberimu.”
- Ibnu Mas’ud ra. berkata: “Jika kamu telah usai menjalankan shalat fardhu, maka bangkitlah untuk Qiyamullail.”
- Mujahid berkata: “Jika selesai mengerjakan urusan dunia, maka maka bangkitlah beribadah kepada Tuhanmu dan shalatlah.”
- Imam Sya’bi berkata: “Jika selesai ber tasyahhud, maka berdo’alah untuk dunia dan akhiratmu.”
- Hasan al-Bashri dan Zaid bin Aslam berkata: “Jika telah usai memerangi musuhmu, maka bangkitlah untuk menyembah Tuhanmu.”
- Al-Kalbi, seperti dinukil oleh Hayyan, berkata: “Jika selesai menyampaikan risalah, maka mohonlah ampunan kepada Allah untuk orang-orang yang beriman.” (Lihat Tafsir al-Baghawi, QS. As-Syarh: 7.)
Semua tafsiran tersebut menunjukkan salah satu keistimewaan Al-Qur’an yang berupa Jawâmi’ul Kalîm, singkat bahasa padat makna. Ayat yang pendek ini ternyata oleh para ahli bisa dipahami dari berbagai macam segi yang pada intinya memuat hal-hal berikut:
- Ajaran untuk berkarya
Jika biasa disebutkan bahwa Waktu adalah Uang, maka sebenarnya waktu lebih mahal daripada uang. Ini karena detik-detik waktu dalam prinsip Islam adalah ruang-ruang yang tidak boleh dikosongkan. Ruang itu harus terus diisi dengan aneka ragam kesibukan, baik yang bernilai pahala di sisi Allah ataupun bernilai materi demi menyambung hidup untuk beribadah yang ujungnya adalah juga bernilai pahala.
Karena itulah sangat disayangkan jika waktu berlalu tanpa ada karya yang dilakukan, baik secara zhahir bernilai materi (keduniaan) atau menampak sebagai aktivitas peribadatan. Bahasa “Jika kamu telah selesai (dari suatu urusan)…” secara eksplisit bisa dipahami sebagai sebuah ajaran, anjuran dan dorongan Allah agar manusia senantiasa mengisi waktu-waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat. Dengan karya-karya nyata karena waktu yang Dia berikan kepada manusia di dunia ini tidaklah banyak, hanya sekitar 60 atau 70 tahun. Jarang ada yang lebih dari ini. Tentu saja agar tidak sia-sia, maka hendaknya karya-karya tersebut semuanya termotivasi mendapatkan nilai pahala dari Allah. Gambaran dari memanfaatkan waktu untuk beraktivitas dan menciptakan karya nyata adalah kehidupan para sahabat rodhiyallôhu ‘anhum yang disebut sebagai singa-singa di siang hari dan para pendeta di malam hari. Sayyidina Umar ra. berkata:
إِنِّي َلأَكْرَهُ أَنْ أَرَي أَحَدَكُمْ فَارِغًا سَهْلاً لاَ فِى عَمَلِ دُنْيَاهُ وَلاَ فِى عَمَلِ آخِرَتِهِ
“Sungguh aku tidak suka melihat salah seorang dari kalian menganggur dan tidak repot, tidak dalam aktivitas dunia juga tidak dalam aktivitas akhirat.” (lihat Ruuhul Bayaan, 10/474)
Jika para sahabat rodhiyallôhu ‘anhum saja seperti ini, maka tentunya Rasulullah shollallôhu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang lebih sibuk lagi. Ini bisa dianalisa dari selama kurang dari waktu sepuluh tahun di Madinah, beliau mengikuti perang 27 kali. Jika sedang berada di rumah, maka waktu-waktu beliau pun banyak sekali digunakan untuk mengurusi permasalahan umatnya. Mendidik para sahabat yang berada di emperan masjid, menerima para duta dari suku-suku pedalaman yang banyak berdatangan, dan aneka ragam kesibukan lain.
Memang mengisi waktu dengan aktivitas dan karya-karya nyata akan menjadikan diri kita lelah, tetapi sebenarnya bila disadari dan jujur diakui justru dalam kelelahan itulah letak ketentraman dan kedamaian hati. Imam Syafi’i berkata: “Berpayah-payahlah, karena sesungguhnya kelezatan hidup ada dalam kepayahan.”
- Menyelesaikan dan menyempurnakan suatu aktivitas
“Jika kamu telah selesai dari satu urusan..” juga memberikan ajaran agar jika melakukan suatu aktivitas, maka hendaknya disempurnakan, tidak dihentikan dan ditelantarkan begitu saja. Sungguh suatu aktivitas baru akan mendapatkan nilai jika memang sudah selesai. Sepayah apapun seorang menahan haus dan lapar seharian, tetapi jika sebelum maghrib ia sudah makan atau minum, maka aktivitas puasanya dinyatakan batal dan tidak mendapatkan nilai karena belum diselesaikan. Ajaran ini dimunculkan karena menjalankan suatu aktivitas membutuhkan kekuatan dan mental, sementara menyelesaikan aktivitas itu sendiri juga membutuhkan kekuatan dan mental lain. Tidak banyak orang yang senang menciptakan suatu karya, dan lebih tidak banyak lagi, seorang yang berhasil menjalani suatu karya dan aktivitas secara tuntas. Karena itulah Islam mengajarkan tahni’ah ucapan selamat kepada orang yang berhasil menyelesaikan suatu aktivitas sebagai bentuk penghargaan atas kekuatan dan mentalnya. Urwah bin Midhras yang baru saja menyempurnakan haji datang kepada Rasulullah shollallôhu ‘alaihi wasallam saat berada di Mina. Rasulullah shollallôhu ‘alaihi wasallam lalu memberikan tahni’ah (ucapan selamat) kepadanya:
أَفْرَخَ رَوْعُكَ
“Hilanglah kesusahan darimu.” (HR. Bazzar)
Seorang yang baru selesai berhaji datang dan mengucapkan salam kepada Rasulullah shollallôhu ‘alaihi wasallam. Beliau kemudian memberikan tahni’ah:
قَبَّلَ اللهُ حَجَّكَ وَغَفَرَ ذَنْبَكَ وَأَخْلَفَ نَفَقَتَكَ
“Semoga Allah menerima hajimu, mengampuni dosamu dan memberi ganti biayamu.” (HR. Ibnu Sunni-Thabarani dari Ibnu Umar ra.)
Dari sini bisa diambil hukum keabsahan memberikan ucapan selamat atau memberikan hadiah kepada anak-anak kita yang baru saja lulus sekolah atau merampungkan suatu tugas tertentu.
- Menyambung aktivitas dengan aktivitas
“..maka kerjakanlah (dengan sungguh-sungguh urusan yang lain)”. Prinsip inilah yang mendasari disunnahkannya berpuasa enam hari di bulan Syawwal. Prinsip inilah yang mendasari disunnahkannya segera memulai bacaan Al-Qur’an dari permulaan setiap kali khatam. Dalam hadits riwayat Ibnu Abbas ra. disebutkan, ada seorang lelaki bertanya: “Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling dicintai Allah?” Rasulullah shollallôhu ‘alaihi wasallam bersabda:
” الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ ” وَمَا الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ ؟ قَالَ , ” الَّذِى يَضْرِبُ مِنْ أَوَّلِ الْقُرْآنِ إِلَى آخِرِهِ كُلَّمَا حَلَّ إِرْتَحَلَ “
“Orang yang datang (di tempat) dan segera berangkat.” Lelaki itu bertanya, “Apakah itu orang yang datang dan segera berangkat?” Nabi shollallôhu ‘alaihi wasallam menjelaskan, “Orang yang berangkat dari awal sampai akhir Al-Qur’an. Setiap kali ia bertempat, maka ia segera berangkat.” (HR. Turmudzi.)
Prinsip untuk segera memulai pekerjaan setelah menyelesaikan suatu pekerjaan inilah yang telah dipraktekkan dan dicontohkan oleh Rasulullah shollallôhu ‘alaihi wasallam. Ketika datang dari perang Khandaq dan baru saja mandi, Rasulullah shollallôhu ‘alaihi wasallam didatangi oleh Malaikat Jibril. “Apakah engkau meletakkan pedang?” tanya Jibril. Nabi shollallôhu ‘alaihi wasallam bertanya, “Lalu ke mana?” Jibril kemudian memberi isyarat ke arah Bani Quraizhah. Nabishollallôhu ‘alaihi wasallam pun segera berangkat bersama para mujahid Islam untuk mengusir Yahudi Bani Quraizhah yang mengkhianati janji perdamaian dengan membantu pasukan kafir Makkah dalam perang Khandaq.
Bila seorang hamba mendapatkan pertolongan Allah bisa melaksanakan tiga hal tersebut, maka benar-benar ia akan menjadi manusia yang produktif. Ia akan menjadi laksana Jawâmi’ul Kalîm, kalam-kalam Allah subhânahu wata’âlâ dan sabda-sabda Rasulullah shollallôhu ‘alaihi wasallam yang hanya menggunakan sedikit kata tetapi memiliki kepadatan makna.
Begitulah kisah manusia yang produktif. Manusia yang tidak pernah melewatkan waktu untuk hal-hal yang tidak berguna. Tidur, makan minum dan bersantai hanya secukupnya saja. Inilah Rasulullah shollallôhu ‘alaihi wasallam, hanya 63 tahun beliau hidup, tetapi karena waktu demi waktu hanya untuk berdakwah, maka seluruh jazirah Arabiah dalam masa hidup beliau telah berhasil ditaklukkan. Inilah kehidupan Imam Syafi’i ra. yang lahir pada tahun 150 H dan wafat 205 H, tetapi nama beliau selalu dikenang sebagai pencetus ilmu Ushul Fiqih dan seorang yang berjasa dalam dunia ilmu fiqih. Rahasia semua itu adalah tentunya memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, menyambung satu aktivitas dengan aktivitas lainnya.
Wallôhu a’lam.