Tausiah Syahriah Juni 2023: Keutamaan dan Hak Ahlul Bait
Allah tabaaraka wata’ala berfirman:
“…dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.“(QS al Isra’:34), dan di antara janji umum dari Rasulullah Saw yang diwajibkan atas kita adalah sebagaimana firman Allah Swt: “..Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang pada keluarga Nabi”. Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.“(QS As Syura:23)
Pengertian Al Mawaddah
Al mawaddah adalah cinta yang teguh dan langgeng. al Qurbaa, isim masdar seperti ar-Ruj’aa dan al Busyraa, adalah kerabat karena nasab (hubungan darah). Imam al Qasimi dalam mahaasin at ta’wiil 8/365 menjelaskan tentang al Qurba:
“Allah Swt tidak berfirman illal mawaddata lil qurbaa, juga tidak al mawaddata li dzawil qurbaa. Jika yang dimaksudkan olehNya adalah kecintaan kepada dzawil qurbaa niscaya Dia akan berfirman li dzawil qurbaa, berarti keluarganya Nabi Saw sendiri. Jadi seluruh wasiat yang terdapat dalam al Qur’an tentang hak-hak orang-orang yang memiliki hubungan kerabat dengan Nabi Muhammad Saw serta yang memiliki hubungan kerabat dengan sesama manusia lain, seluruhnya diungkapkan dengan bahasa dzawil qurbaa, bukan dengan fil Qurbaa. Oleh karena di sini Allah Swt menyebutkan dengan bentuk masdar dan bukan isim maka memberikan petunjuk bahwa yang dikehendakiNya bukanlah dzawil qurbaa.
Baca juga: Di Antara Jalan Terbesar Menuju Wushul
Tafsir Syekh Abdul Qadir al Jilani (5/365)
Makna ayat ini menurut Syekh Abdul Qadir al Jilani dalam tafsirnya (5/365) adalah:
“Aku tidak meminta kemanfaatan duniawi dari kalian (atas usaha tabligh dan tabsyirku). Tetapi aku meminta dari kalian supaya memberikan mahabbah dan mawaddah pada ahli baitku. Agar kalian secara berkesinambungan tetap bisa berada di jalan istifadah dan irsyad. Yaitu mengambil faedah dan petunjuk dari mereka karena mereka dicetak di atas fitrah tauhid yang sesungguhnya seperti diriku.
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ini diturunkan maka ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ: “WahaiRasulullah, siapakah kerabat engkau?” beliau ﷺ menjawabh: “Ali, Fathimah dan putera kedua- duanya”2
Dan cukuplah menjadi saksi bagimu yaitu kemunculan para imam. Para tokoh besar yang memiliki ketangguhan dalam meniti jalan Allah al Haqq dan mengesakanNya. Semoga shalawat Allah selalu tercurah atas para pendahulu mereka dan keselamatan selalu meliputi mereka dan generasi penerusnya selama mereka masih terus melahirkan anak-anak keturunan.
Barang siapa berusaha sekuat tenaga meraih kebaikan agama secara hakiki yaitu mengikuti Rasulullah ﷺ dan ahlul baitnya. Maka Kami akan memberikan tambahan kebaikan kepadanya berupa kemuliaan-kemuliaan akhirat. Tambahan kebaikan yang semata karena anugerah dan kebaikan dari Kami (Allah Swt). Sesungguhnya Allah Swt Maha Melihat isi hati dan niat para hamba. Dia Ghafuur selalu memberikan ampunan atas dosa-dosa orang- orang yang mencintai ahlul bait kekasihNya karena di sinilah ridlaNya berada. Dan Dia Syakur yang kelak akan memberikan pahala melipat serta macam- macam kemuliaan yang sempurna pada mereka”
Tentang makna ayat ini juga ada ungkapan:
“Aku tidak meminta upah dari kalian atas usaha tabligh ini kecuali agar kalian berusaha memberikan kecintaan kepada ahli kerabatku dengan kecintaan yang teguh dan kokoh”(tanwiirul adzhaan 3/485)
Tafsir Ibnu Katsir 4/134
Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya 4/134:
Penafsiran ayat yang benar adalah tafsiran Imam habrul ummah dan tarjuman al Qur’an Abdullah bin Abbas ra sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al Bukhari ra.
Kendati begitu tidaklah boleh diingkari adanya wasiat terkait ahlul bait serta perintah agar berbuat baik, menghargai dan memuliakan mereka. Karena mereka berasal dari keturunan suci. Dan dari rumah paling mulia yang ada di muka bumi ini yang memiliki kebanggaan, kemuliaan dan garis keturunan. Terutama dari mereka yang mengikuti sunnah nabawiyyah yang benar, jelas dan terang. Sebagaimana halnya para pendahulu mereka seperti Abbas ra dan keturunan serta Ali ra, ahli bait dan keturunannya, semoga Allah Swt meridlai semuanya.
Sungguh terdapat dalam hadits shahih bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ ketika berkhutbah di ghadirkhum bersabda:
“Sesungguhnya aku meninggalkan di antara kalian dua hal berharga yaitu kitab Allah dan keturunanku. Keduanya tak akan pernah berpisah sehingga datang kepadaku saat di telaga”
Korelasi antara Upah dengan Mawaddah
Imam Alauddin al Baghdadi atau dikenal dengan Imam al Khazin dalam tafsirnya 4/98 mengatakan:
Jika anda mengatakan bahwa meminta upah atas menyampaikan risalah dan wahyu tidaklah diperbolehkan. Berdasarkan firman Allah Swt dalam kisah Nabi Nuh as dan para nabi lain; “Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu, upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.”(QS As Syuara’:145) maka aku menjawab: “Memang sedikitpun tidak ada perselisihan bahwa tidaklah diperbolehkan meminta upah atas menyampaikan risalah. Tetapi masih tersisa jawaban tentang firman Allah Swt; “illal mawaddata fil qurbaa”
Jawabannya adalah: Aku tidak meminta upah dari kalian kecuali mawaddah. Ini pada hakikatnya adalah bukan upah karena sesungguhnya mawaddah di antara sesama kaum muslimin saja merupakan hal yang wajib. Jika terkait hak seluruh kaum muslimin saja demikian halnya maka tentu terkait ahlul bait lebih penting lagi.
Juga mungkin saja bahwa hal ini, yaitu upah berupa mawaddah, adalah termasuk taqnin (aturan yang dibakukan/Qanun) dari Sang Pencipta Swt. Dialah Pencipta, Pemilik, Pengatur dan Maha Mengetahui seluruh alam ini yang oleh sebab itulah DzatNya yang suci berdiri sendiri dalam membuat Qanun, yaitu bahwa upah dari risalah adalah mencintai ahlul bait, (al amtsal fi tafsir kitabillah al munzal lis Syekh Nashir Makarim As Syairazi 12/272) dan mencintai mereka adalah kewajiban syariat.
Syair Imam Syafii tentang Kecintaan pada Keluarga Nabi Muhammad SAW
Imam Syafii menggubah syair:
Jika mencintai keluarga Muhammad adalah pelencengan
Maka silahkan manusia dan jin bersaksi bahwa aku orang yang melenceng
Duhai ahul bait Rasulullah, kecintaan pada kalian
adalah kewajiban dari Allah di dalam al Qur’an yang diturunkanNya
Cukuplah tinggi derajat kalian bahwa sesungguhnya seseorang yang salat tanpa bershalawat atas kalian maka shalatnya tidak sah.
Diceritakan bahwa Imam Malik ra dicambuk oleh Ja’far bin Sulaiman (gubernur Madinah) serta diperlakukan dengan keji olehnya sehingga harus dibawa pulang dalam keadaan pingsan. Ketika orang- orang datang menjenguk dan Imam Malik tersadar maka ia lalu mengatakan: “Aku persaksikan kepada kalian bahwa diriku menghalalkan orang yang telah mencambukku”
Lalu ditanyakan kepadanya mengapa begitu? Imam Malik menjawab:
“Sungguh aku khawatir mati lalu berjumpa dengan Nabi ﷺ dan harus menanggung malu kepada beliau karena menjadi sebab sebagian keluarganya masuk neraka”
Disebutkan bahwa kemudian Khalifah al Manshur waktu itu hendak menghukum balik Ja’far. Tetapi kemudian Imam Malik berkata (mencegah): “Aku berlindung kepada Allah. Demi Allah ia tidak mengangkat cemetinya dari tubuhku kecuali aku telah memaafkannya karena ia adalah kerabat Rasulullah ﷺ” (As Syifa’ lil Qadli Iyadl 2/51) Rasulullah Saw bersabda:
“Cintailah Allah karena limpahan nikmat- nikmatNya. Dan cintailah diriku karena mencintai Allah dan cintailah ahlul baitku karena cinta kepadaku!”(HR Turmudzi-Hakim dari Ibnu Abbas ra. Hadits shahih (al Jami’ as Shaghir no:224)
Pendapat Ahli Tafsir Mengenai Makna Al Kautsar
Para ahli tafsir berbeda-beda ketika menafsirkan makna al Kautsar dalam surat al Kautsar. Di antara maknanya adalah; anak cucu Rasulullah ﷺ.
Mereka mengatakan bahwa hal ini karena surat al Kautsar diturunkan untuk memberikan bantahan kepada orang yang mencacat Rasulullah ﷺ yang tidak memiliki anak-anak (lelaki).
Jadi makna ayat adalah: Sesungguhnya Allah memberi beliau ﷺ anak keturunan yang terus eksis sepanjang zaman. Lihatlah betapa banyak dari ahlul bait yang dibunuh, tetapi kemudian dunia ini penuh dengan mereka. Sebaliknya Bani Umayyah tidak tersisa seorang pun yang mendapatkan tempat yang diperhitungtkan di muka bumi.
Tokoh Besar Ulama yang Berasal dari Ahlul Bait
Kemudian amatilah betapa banyak para tokoh besar ulama yang berasal dari ahlul bait? Sebagaimana al Baqir (Muhammad), as Shadiq (Ja’far), al Kazhim (Musa), ar Ridla (Ali), An Nafs az Zakiyyah dan sepadan mereka, radliyallahu anhum. (jawaahir al bihar fi fadla’il an nabiy al mukhtar lis Syekh Yusuf bin Ismail an Nabhani 1/185)
Dalam tafsiran ini berarti ada berita mukjizat yaitu kabar yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ bahwa anak-anak keturunan beliau akan terus ada sampai hari kiamat yang oleh karena itu wajib bagi umat Muhammad ﷺ memuliakan, mengagungkan dan menghormati mereka. figur dari mereka yang mewarisi ilmu harus didatangi untuk diambil ilmu dan keberkahannya karena dirinya adalah jejak Rasulullah ﷺ. (Lihat syuabul iman lis Syekh As’ad Muhammad Said as Shagharji hal 436)
Ikatan para Ahlul Bait dengan Rasulullah SAW
Ahlul bait, meski wajib mencintai mereka karena memuliakan Rasulullah ﷺ dan mentaati perintah al Qur’an seperti dalam firman Allah, “Qul laa as’alukum alaihi ajran illal mawaddata fil qurbaa”, meski demikian tak ada yang bisa mengikat mereka dengan Rasulullah ﷺ kecuali ikatan iman dan taqwa. Jadi dalam Islam tidak ada unsur apapun yang bisa membuat cacat timbangan keadilan, dan juga tak ada pemberian tugas apapun yang bisa menjadikan aturan tidak jelas dan mengarah pada arah yang tidak dikehendaki oleh Allah al Haqq, Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengah hak, menurunkan al Qur’an kepada utusanNya dengan hak. Dan Allah Swt memerintahkan kita: “Tegakkanlah timbangan dengan benar dan jangan kalian mengurangi timbangan”(QS ar Rahman:9).
Allah Swt juga menjelaskan bahwa; “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa”(QS al Hujurat:13). Akan tetapi demi ungkapan yang sejak lama ada bahwa; “Karena sepasang mata maka seribu pasang mata dimuliakan”. Tetap saja kemuliaan ini adalah murni kemurahan Allah Swt yang tidak boleh sampai membatalkan had atau menjadi hak seseorang terabaikan. Meski begitu Allah Swt juga mendorong kita agar meniti jalan keutamaan dengan firmanNya: “Jika kalian memaafkan, memaklumi dan memberi ampunan maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(QS at Taghabun:14)
Jadi keutamaan (memberi anugerah) lebih baik daripada keadilan (menuntutnya). Sementara memberi anugerah tidak boleh sampai menghalangi seseorang untuk menuntut keadilan.(Lihat mahjas salaf fi fahminnushush bainan nazhariyyah wat tathbiq li Sayydina al Walid Abuya Muhammad bin Alawi al Maliki hal 42-43). Kita tidak mengimani bahwa ahlul bait Nabi ﷺ itu ma’shum. Mereka adalah manusia yang bisa salah.
Apa yang dilakukan Ketika melihat Ahlul Bait melakukan Kesalahan?
Jadi barang siapa melihat ada orang yang bernasab mulia bermaksiat maka wajib memberinya nasehat, petunjuk, saran dan panduan serta tidak berbuat buruk terhadapnya dengan menyebarkan kesalahannya, mencela, menggunjing dan sebagainya. Kita tidak akan melecehkan seorangpun dari mereka dan kita berdo’a agar mereka mendapatkan petunjuk dan kebenaran.
(syuabul iman lis shagharji hal 436) Demikianlah al Qur’an mengajarkan kepada kita bagaimana cara bergaul secara baik dengan menghormati hak-hak mereka sebagaimana al Qur’an mengajarkan kepada kita tentang hak-hak kedua orang tua: “
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.“ (QS Luqman:14-15)
Tafsir QS Al Luqman ayat 14-15
Maskudnya Kami berwasiat kepadanya agar bersyukur kepadaKu dan kedua orang tuamu. Karena mereka telah mendidik dan mewujudkanmu secara kasat mata sementara pada kenyataannya Allah lah yang menciptakanMu. Dan jika keduanya memaksamu menyekutukan sesuatu denganKu, sesuatu hal yang sama sekali tidak kamu mengerti karena memang kenyataannya tidak ada. Maka jangan patuhi mereka, sesungguhnya sama sekali tidak boleh ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah Swt.
Dan pergauli lah kedua orang tuamu itu di dunia ini dengan baik, yaitu pergaulan dalam urusan dunia saja. Adapun dalam urusan agama maka hanya milik Allah semata. Dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepadaKu, bersamailah orang-orang shaleh, yang dekat dengan Allah Swt. Bargaul dekatlah dengan kelompok ini karena sesungguhnya pada diri mereka ada kebaikan seluruhnya. Kemudian hanya kepadaKulah tempat kembali kalian pada hari kiamat. Lalu Aku akan memberitakan apa yang telah kalian kerjakan dan juga akan memberikan balasan dari hal ini seluruhnya.
Kemudian untuk menambah faedah dalam pembahasan ini. Maka silahkan merujuk kitab ad Dzakha’ir al Muhammadiyyah hal 334. Kitab tersebut merupakan karya Abuya As Sayyid al Walid Muhammad bin Alawi al Maliki. Yaitu hal yang beliau nukil dari al Imam al Hafizh Ibnu al Qayyim dalam kitabnya Jala’ ul Afham hal 210. Yakni “dan ketika rumah yang diberkahi dan disucikan ini adalah rumah paling mulia di alam ini secara mutlak maka Allah Swt mengistimewakan mereka dengan berbagai keistimewaan. Cukuplah Allah Swt sebagai saksi”
——
2Dalam at taaj al jami’ lil ushuul fi ahaadits ar rasuul no:37053