keutamaandanhakahlulbait

Idul Adha (3)

Sejenak Pagi | Idul Adha (3)

BULAN Dzulhijjah selalu identik dengan Idul Adha, dan itu berarti ada sebuah ibadah yang Alloh Ta’ala perintahkan di dalamnya. Memotong hewan qurban, itulah salah satu bentuk ketaatan hamba kepada Rabb-Nya. Alloh Ta’ala berfirman:
“Maka dirikanlah sholat untuk Robbmu dan berqurbanlah (untuk Robbmu).”
(QS. Al-Kautsar: 2).

Berqurban berasal dari bahasa arab yang berarti mendekatkan diri. Qurban sendiri berasal dari kata Qorroba-Yuqorribu-Qurbaanan.
Tentu mendekatkan diri dimaksudkan untuk hamba kepada sang Khaliq, sebuah cara pendekatan diri, penghambaan, ketaatan dan kesyukuran.

Kemudian dalam Surat Al-An’am ayat 62 Alloh Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadah (qurban)ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Robb semesta alam.”

Dan dalam hadits, Rasululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasallam. bersabda:
Dari Anas ra., “Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasallam pernah berqurban dengan dua ekor kambing berwarna belang dan bertanduk.”
(HR. Muttafaq ‘alaih).

Pada dasarnya, jika dilihat dari penggunaan kata berqurbanlah yang termasuk dalam jenis kata perintah maka kedudukannya menjadi sebuah kewajiban seperti halnya sholat dan shaum di bulan Romadhan.
Namun sama halnya dengan ibadah haji, Alloh Maha Mengetahui kadar kemampuan setiap hamba-Nya. Berqurbanlah jika mampu.

Lebih jelasnya mengenai hukum qurban ini ada dua pendapat:
Pendapat pertama mewajibkan, inilah pendapat yang dianut oleh Imam Hanafi. Pendapat yang kedua menyatakan bahwa hukum berqurban adalah sunnah muakkadah, dengan menggunakan dalil hadits Ummu Salamah dalam Shohih Muslim bahwa Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasallam. berkata:
“Apabila telah masuk sepuluh hari (awal bulan Dzulhijjah) dan salah seorang dari kalian ingin berqurban, maka janganlah dia menyentuh (dengan menggunting atau mencabut) sesuatupun dari rambut dan kulitnya.”

Sisi pendalilannya adalah bahwa Rasululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasallam. menyerahkan ibadah tersebut kepada orang yang berkeinginan untuk berqurban.

Juga ada atsar dari beberapa shahabat ra-, diantaranya Abu Bakar, Umar dan Abu Mas’ud, diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan lainnya dengan sanad shahih, bahwa mereka pernah meninggalkan ibadah qurban sedangkan mereka dalam keadaan mampu untuk berqurban, dengan tujuan supaya orang-orang tidak meyakini wajibnya berqurban.

Tapi inti dari kedua pendapat ini adalah bahwa berqurban disyariatkan kepada orang yang mampu, berdasarkan hadits Rasululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasallam. Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
”Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat sholat kami”
(HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim menshahihkannya).

Adapun yang tidak mampu tidak disyariatkan berqurban, bahkan merekalah yang berhak menerima daging qurban. Meskipun begitu, tidak ada larangan untuk orang yang tidak mampu menyembelih hewan qurban. Misalnya saja, seseorang yang tidak mampu itu berusaha dengan cara menabung, menyisihkan sedikit penghasilannya untuk berqurban maka ini lebih baik.

Allahumma Sholli ‘Ala Sayyidina Muhammad, Wa ‘ala Aali Sayyidina Muhammad

Wallahu A’lam Bisshawab

Yaa Alloh Yaa Robb…
Ampunilah dosa dan kesalahan Murrobi dan guru² kami.
Ampunilah kedua orang tua kami, ampunilah kami, keluarga kami dan saudara² kami.

Yaa Alloh Yaa Robb…
Sehat dan sembuhkan saudara dan sahabat kami yang sakit.
Jadikanlah sebaik-baik amal kami pada penutupannya.
Jadikan kami dan keluarga kami sehat dzohir dan bathin.
Lindungilah kami dari berbagai penyakit, bencana dan kesulitan lainnya.
Jadikan kami, insan yang pandai bersyukur dan bisa membahagiakan orang lain.
Jadikan kami menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.
Jadikan negri ini menjadi lebih baik.
Robbana Taqobbal Minna
Ya Alloh terimalah dari kami (amalan kami), aamiin

youtube.com/@djoeprichannel
sejenakpagi
????❤????