CAHAYA FAJAR | EGALITARIANISME KOMUNIKASI PROFETIK

oleh | Akhmad Muwafik Saleh

Komunikasi profetik memberikan sebuah arahan sekaligus contoh keteladanan tentang bagaimana seseorang berkomunikasi, berinteraksi dan memperlakukan orang lain dalam setiap interaksinya. Semua proses ini dijelaskan secara gamblang dan tersirat di dalam teks-teks sumber Wahyu dengan memberikan landasan bagaimana harusnya seseorang berinteraksi dengan lainnya. Dalam teks sumber Wahyu dijelaskan tentang karakteristik perilaku komunikasi kenabian serta perilaku orang-orang yang mengikuti jalan profetik ini yaitu para sahabat nabi yang melihat secara langsung mempelajarinya dan mempraktekkannya pula dalam kehidupan bersama.

مُّحَمَّدٞ رَّسُولُ ٱللَّهِۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَهُمۡۖ تَرَىٰهُمۡ رُكَّعٗا سُجَّدٗا يَبۡتَغُونَ فَضۡلٗا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٗاۖ سِيمَاهُمۡ فِي وُجُوهِهِم مِّنۡ أَثَرِ ٱلسُّجُودِۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِۚ وَمَثَلُهُمۡ فِي ٱلۡإِنجِيلِ كَزَرۡعٍ أَخۡرَجَ شَطۡـَٔهُۥ فَـَٔازَرَهُۥ فَٱسۡتَغۡلَظَ فَٱسۡتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ يُعۡجِبُ ٱلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ ٱلۡكُفَّارَۗ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِنۡهُم مَّغۡفِرَةٗ وَأَجۡرًا عَظِيمَۢا

Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar. (QS Al-Fath, Ayat 29)

Teks sumber Wahyu ini memberikan sebuah informasi penting tentang karakteristik komunikasi profetik yang dicontohkan secara nyata dalam interaksi sosial antara lain pertama memiliki sikap tegas terhadap mereka yang menolak jalan kebenaran ketegasan sikap ini semata untuk menunjukkan bahwa nilai kebenaran adalah hal paling utama dalam membangun realitas komunikasi sosial guna terciptanya masyarakat yang harmonis penuh tepo seliro dan berkeadilan.

Kedua, memiliki sifat kasih sayang kelemahlembutan penuh perhatian dan kepedulian kepada sesama sebagai wujud ungkapan atas kesediaannya menerima kebenaran. Hubungan penuh perhatian ini diibaratkan sebagai pribadi-pribadi yang satu tubuh manakala ada salah satu anggota tubuh yang mengalami permasalahan sakit maka anggota tubuh lainnya haruslah ikut merasakan sakit serupa sebagai bentuk kepedulian bersama sebagaimana disebutkan dalam Sabda Nabi ;

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR. Muslim)

Hubungan sosial yang harmonis juga diibaratkan sebagai sebuah bangunan yang saling menopang dan menguatkan antar satu dan bagian lainnya sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

“Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lain.” (HR. Muslim No.4684)

Ketiga, pada teks sumber Wahyu di atas, dimulai dengan pengakuan sekaligus pengagungan atas kerasulan Muhammad ( محمد رسول الله) dan kemudian pula dijelaskan tentang karakteristik para sahabat dan pengikutnya (ummat muhammad), kemudian diviralkan oleh Allah kepada para nabi-nabi sebelumnya melalui kitab-kitab mereka. Hal ini memberikan sebuah kesan bahwa apabila kita mengagungkan dan memuliakan seseorang lainnya, maka tentulah dia harus pula dapat memperlakukan hal yang sama terhadap orang lain yang berada di sekitar orang yang diagungkan itu, baik keluarga, sahabat, ataupun para pengikutnya. Demikianlah yang dicontohkan dalam keteladanan Nabi dalam perilaku komunikasi profetiknya. Nabi memperlakukan sahabat secara sama dalam interaksi, bahkan apa yang alami serta dirasakan oleh sahabat juga dirasakan hal yang sama oleh nabi. Sehingga penghinaan atas diri sahabat ibarat menghina nabi sehingga nabi rela membela para sahabatnya sebagaimana membela dirinya sendiri. Sebagaimana sabdanya :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Janganlah kalian mencaci maki para sahabatku! Janganlah kalian mencaci maki para sahabatku! Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, seandainya seseorang menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka ia tidak akan dapat menandingi satu mud atau setengahnya dari apa yang telah diinfakkan para sahabatku.’ (HR. Bukhari no.4610)

Rasulullah akan turut bersedih jika ada sahabatnya yang juga sedang bersedih, beliau bergembira jika sahabatnya juga gembira atas karunia nikmat. Bahkan Rasulullah saw rela mengumandangkan perang manakala ada sahabat wanita yang dilecehkan, sebagaimana perang terhadap bani qainuqa’. Semua sikap ini ditunjukkan secara nyata oleh Rasulullah sebagai wujud perlakuan cinta kasih dan perlakuan yang sama kepada para sahabatnya tanpa membeda-bedakan ras dan suku. Sebagaimana perlakuan nabi atas sahabat Bilal bin Rabah, zaid bin haritsah dan lainnya yang awalnya mereka adalah seorang budak, diperlakukan sama dengan para sahabat yang dari kalangan orang merdeka. Bahkan Rasulullah sering kali duduk bersama dengan mereka, bergaul dengan mereka dan bersikap lemah lembut terhadap mereka. Inilah sikap egaliter komunikasi Nabi dengan para sahabatnya yang tidak membeda-bedakan kasta dan kelas sosial. Hal inilah yang ditolak oleh kalangan bangsawan Arab untuk mengikuti ajakan Rasulullah saw dengan alasan mereka tidak bersedia untuk disamakan perlakuannya dengan orang miskin dan rendah. Diantara orang miskin dan rendah menurut mereka adalah Shuhaib, Bilal, Ammar, Khabbab, Salman, Ibnu Mas’ud dan lainnya yang berpakaian compang camping dan berbau keringat yang berada di sekitar Rasulullah sebagai pendukung Rasulullah. Sehingga turunlah Firman Allah swt surat al Kahfi ayat 28.

Mereka para bangsawan meminta agar Rasulullah menyuruh pergi orang-orang miskin tersebut, tetapi hal itu ditolak oleh Rasulullah saw. Mereka mengusulkan agar ada perbedaan pengajaran bagi orang miskin di kelompok tersendiri dan bagi orang kaya juga tersendiri dengan maksud agar mereka tetap bisa menjaga keutamaan, status mereka sebagaimana pengagungan masyarakat pra Islam. Namun semua itu di tolak oleh Rasulullah saw setelah diturunkan Firman Allah swt surat al An’am ayat 52.

Berbagai peristiwa diatas memberikan gambaran dengan sangat gamblang bahwa komunikasi profetik amatlah egaliter dalam memperlakukan setiap orang dalam posisi yang sama dan tidak membeda-bedakan status serta kelas sosial. Sebab yang menjadi pembeda status dan kehormatan di hadapan Allah hanyalah kualitas ketaqwaannya saja, bukan lainnya yang bersifat materi duniawi.

Namun apabila kita perhatikan realitas masyarakat sekarang di kalangan orang-orang kaya dan terpandang memperlakukan orang lain kelas yang berada di bawah dirinya dengan perlakuan yang berbeda. Mereka hanya bersedia berkumpul dan berinteraksi dengan sesama kelas sosialnya dengan mengesampingkan kelompok kelas sosial yang lebih rendah daripadanya sekalipun selama ini mereka berinteraksi dengan saling menguntungkan, seperti halnya seorang majikan dengan pembantunya, seorang tuan atau pimpinan dengan sopir pribadinya. Mereka cenderung membedakan ruang interaksi dalam melakukan hubungan komunikasi sosial. Inilah beda antara produksi pendekatan individualisme barat dengan pendekatan profetik dalam memandang pola interaksi dan komunikasi antar manusia.

————————————————–
by : Akhmad Muwafik Saleh. 27.01.2020
————————————————–
???☘???❤?☘

#pesantrenmahasiswa
#tanwiralafkar
#sentradakwah
#pesantrenleadership
#motivatornasional
#penulis_buku_hatinurani

Klik web kami :
www.insandinami.com

? AYO SHARE DAN VIRALKAN KEBAIKAN