CAHAYA FAJAR | ANTARA MEMUJI VS MEMINTA
oleh | AMS
Suatu hari Anang ikut kuliah yang diampu oleh bapak Hermansyah pada mata kuliah agronomi klimatologi yang terkenal baik hati. Setiap dosen ini mengajar, Anang selaku mahasiswa memperhatikan dengan serius, dan setiap selesai perkuliahan seringkali menemui dosennya menyampaikan terima kasih dan pujian pada sang dosen atas pemaparan ilmu yang diberikan, tentu sang dosen merasa senang dan tersanjung atas sikap dari mahasiswa ini. Bahkan setiap kali berjumpa dengan dosen tersebut, Anang si mahasiswa ini selalu memuji kebaikan dan kehebatan sang dosen bahkan setiap saat tetap selalu memujinya sekalipun melalui tulisan di WA kepadanya.
Pertanyaannya, saat penilaian ujian akhir semester, apakah kiranya sang dosen akan melupakan sikap perilaku si mahasiswa ini ?, tentu Tidak ‼, dengan track record kebaikan si dosen, tentu dosen ini akan memberikan apresiasi lebih dalam memberikan penilaian terbaik (A) khususnya terhadap mahasiswa yang bernama Anang tersebut karena dia telah banyak memuji dirinya selama ini sekalipun si mahasiswa tersebut tidak meminta nilai A padanya. Karena dosen juga manusia yang senang di puji.
Demikianlah tentu terlebih dengan Allah swt yang Maha Ar Rahmaan dan Ar Rahiiim. Allah swt akan sangat senang apabila hamba suka memuji padaNya. Karena memang segala pujian adalah milikNya. Dia-lah pemilik segala kemuliaan dan penguasa tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi. Tiada yang layak dipuji kecuali Allah swt. Manakala kita banyak memuji Allah swt maka Dia akan memberi apapun yang dibutuhkan oleh diri kita tanpa kita harus memintanya.
Ketahuilah ‼ bahwa Maqam Memuji lebih tinggi dan utama daripada Maqam Meminta. Karena memuji adalah memuliakan dan tanda bersyukur, berterima kasih atas segala karunia yang telah diberikanNya untuk kita. Bahkan atas peristiwa keburukan sekalipun (yang menurut kita buruk dan kita tidak suka), disana ada kebaikan dari Allah swt yang dirahasiakan dan disembunyikan sementara waktu untuk diri kita. Itulah yang kita sebut Hikmah.
Dalam setiap kesulitan yang kita hadapi, Allah swt memberikan kemudahan. Masalahnya, seberapa lama kita mampu menemukan rahasia hikmah kebaikan dibalik persoalan yang kita hadapi ?. Disinilah letak kebaikan dan belas kasih Allah swt untuk hambanya. Masihkah kita tidak mau memujinya dan berterima kasih kepadaNya ?.
Alangkah naif, sombong dan angkuhnya diri kita manakala diberi kebaikan namun tidak membalasnya dengan kebaikan bahkan mencuekinya. Inilah manusia yang tidak tahu cara berterima kasih. Jika kalian menerima (kebaikan) maka kasih (beri pulalah kebaikan yang serupa atau melebihi), itulah makna kata Terima Kasih.
Karenanya seluruh bacaan di dalam shalat berisi pujian bagi Allah swt. Bahkan pembuka surat al fatihah (surat pembuka) diawali dengan kata pujian (alhamdulillahi rabbil ‘alamiiin). Sementara ibadah shalat adalah puncak peribadatan seorang hamba pada Kholiqnya.
Pantaslah, Rasulullah saw sangat bersemangat dalam menjalankan ibadah pada Allah swt hingga kakinya bengkak sekalipun hanya karena ingin disebut sebagai hamba yang bersyukur (‘abdan syakuuraan), saat diprotes oleh putri tercintanya, Fatimah az zahra.
Demikian pulalah pesan yang disampaikan oleh Allah swt kepada Luqman al Hakim agar juga disampaikan pada anak cucunya yaitu agar menjadi hamba yang bersyukur pada Allah swt.
Karena memang, maqam memuji (bersyukur) adalah lebih tinggi daripada maqam meminta. Bersyukurlah atas segala sesuatu, alhamdulillahi ‘alaa kulli haalin, in syaa Allah akan diberi banyak kebaikan dan kenikmatan sekalipun kita tidak memintanya.
Semoga diri kita mampu menjadi hamba yang pandai bersyukur dengan segala nikmat dan peristiwa apapun yang ditetapkan oleh Allah swt pada diri kita. Semoga dengannya itu kita ditinggikan derajat dan menjadi jalan kecintaan Allah swt. Aamiiiin….
AMS.09.4.19
————————————————–
Penulis buku-buku berjudul : Hati Nurani Series
Klik : www.insandinami.com