“Hasud kenapa menghabiskan amal? Sebab itu merupakan bentuk protes sama Allah” (Abi Ihya).
Hasud/Hasad adalah satu sikap yang biasanya muncul dari seseorang yang tidak ridlo dengan ketentuan Allah subhanahu wata’ala. Jika saja seseorang qona’ah, nriman dengan pemberian-Nya, ridlo dengan ketentuan-Nya bisa dipastikan ia ridak akan iri terhadap nikmat yang dimiliki oleh orang lain.
Biasanya semakin seseorang mendapat banyak kenikmatan dari Allah, semakin banyak pula ia menemukan orang yang iri dengannya, dan semakin kecil kenikmatan seseorang dapatkan semakin kecil pula jumlah orang yang iri dengannya.
Secara umum, biasanya hasud terjadi dalam satu wilayah yang sama, biasanya seorang penjual bakso iri tidak lain dengan penjual bakso juga, seorang pedagang sayur hasud dengan sama-sama pedagang sayur, bahkan pada tingkat seorang kyai dengki juga kepada kyai yang lain.
Hasad adalah satu perbuatan maksiat kepada Allah yang dilakukan pertama kali oleh Iblis kepada Nabi Adam, dan lalu oleh Qobil kepada Habil. Dan melalui sikap ini, seseorang bisa mengalami gelap mata sehingga melakukan apapun agar kenikmatan yang dimiliki oleh pihak lain itu lenyap tak bersisa. Sehingga jangan heran jika kemudian pendengki itu sampai berani mengambil jalan gaib untuk menghancurkan pihak yang tidak ia sukai itu.
Ada satu tips yang disarankan Nabi dikala kita mendapatkan nikmat, yakni dengan serapat mungkin menutupinya, tidak perlu kemudian nikmat itu dikoar-koarkan karena sejatinya pasti akan ada pihak yang tidak terima dengan itu semua dan lalu melancarkan kedengkian kepada kita. Tutupi serapat mungkin maka kita akan selamat.
Benar saja jika hasad sampai menghancurkan amal kebaikan, karena sikap itu adalah simbol ketidakterimaan seorang manusia terhadap ketentuan Allah, secara tidak langsung seorang yang hasad berarti telah melancarkan sebentuk protes terhadap Allah.
Terkait rizqi, sebenarnya kita tidak lagi perlu hasad menghasad, sebab Allahlah penjamin rizqi seluruh makhluqnya, tinggal bagaimana kita berusaha menjemput rizqi itu dengan melakukan berbagai amal positif. Rizqi sudah ada jatahnya masing-masing, ini bisa dibuktikan dengan semisal berjualan satu produk yang sama persis dengan harga yang sama, dilokasi yang bersebelahan, maka kita bisa melihat bagaimana Allah ta’ala membagi rizqi kepada dua pihak tadi dengan jumlah yang kemungkinan besar tidak sama.
Hasad bukan tentang seberapa dalam dan luar biasa tingkat keilmuan dan kealiman seseorang, meski kyai jika tidak waspada terhadap satu hal ini, bisa saja kemudian setan masuk menggoda membisikkan kedengkian terhadap pihak lain, maka alangkah baiknya jika kita kuatkan doa istiadzah kita dari dampak negatif sikap ini dengan memperbanyak membaca surat al-Falaq.
Wallahu a’lam.
Shabieq Imron Al Himam, alumni Ma’had Nurul Haromain Pujon. Saat ini meneruskan studi di Univ. Al-Azhar Kairo Mesir.